Kolom Pimpinan

Rahasia Nafas

Oleh: H. Saharuddin, S.AG.,S.Pd.I.,M.Pd.

Mengapa dalam mencapai hening ketika dzikir memakai tehnik merasakan keluar-masuk nafas lewat hidung secara pelan-pelan dan hati-hati? karena nafas itu adalah talinya jiwa, dari nafas kita bisa menuju kesadaran jiwa, lalu menuju kesadaran Ruh.

Nafas itu sangat penting bagi manusia, untuk menandakan seseorang itu hidup atau mati adalah nafasnya yang mudah dirasakan dan diamati. Jika manusia sudah tidak bisa bernafas lagi maka disebut mayat.

Walaupun sakit apapun bahkan tidak sadar atau stroke bisanya hanya berbaring di tempat tidur, selama masih bisa bernafas maka disebut manusia. Jika sudah tidak bernafas maka tidak bernilai lagi, tidak ada orang yang mau dikasih mayat.

Perjalanan ruhani itu ke dalam diri, bukan mencari di luar diri. Jasad manusia adalah bungkus dari ruh. Sedangkan penghubung jasad dengan ruh melalui nafas. Maka jika kita tiap hari kontinyu dan istiqamah dzikir nafas akan sampai menuju kesadaran Ruh.

Sedangkan Ruh itu sendiri adalah pancaran dari Allah, maka barang siapa yang sudah mencapai kesadaran Ruh, akan mencapai Makrifatullah, puncak dari kesadaran ruhani.

Oleh karena itu dzikir/meditasi nafas adalah dasar dan puncak dari segala dzikir. Dzikir/Meditasi Nafas termasuk dzikir yang universal yang terdapat dalam setiap tradisi agama dan aliran spritual.

Jika dalam agama Hindu dzikir nafas disebut Meditasi Pranayama, adapun di dalam agama Buddha ada Meditasi Anaphanashati yang tehniknya merasakan keluar-masuknya nafas lewat hidung. Dalam Thareqat Syattariyah juga diajarkan sangat dalam dan beberapa rahasia tehnik dzikir nafas secara lengkap.

Tahap dasar dzikir nafas adalah kita harus latihan dengan kontinyu tiap hari dengan duduk dzikir seperti biasanya, untuk melatih agar nafas kita bisa tenang, sehingga bisa menuju ke kesadaran jiwa dengan demikian akan terasa hening dan khusyu’.

Adapun puncak dari dzikir nafas adalah dalam setiap kondisi ketika kita bernafas dibarengi dengan ingat kepada Allah sehingga diri menjadi lebur dan tiada satupun yang ada kecuali Allah itulah kondisi Fana’/lenyap kepada Allah. Karena Ruh kita berasal dari tiupan Allah maka kita harus kembali kepada Sang Peniup itulah yang disebut berkekalan dengan Allah (Baqa’ biLLah), di situlah muncul penyaksian terhadap Allah.

Itulah hakikat kalimat Laa iLaaha illaLLah

Wallahu a’lam bishshawab

Admin

Web Terbaru

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You cannot copy content of this page

Buka Whatsapp
Informasi Pendaftaran
Admin
Salam. Ada yg bisa kami bantu Sahabat Ikhlas?