Wudhu’ yang Baik Jembatan Khusyuk dalam Shalat
Oleh: Muhammad Amri, Lc., M.Th.I.
Kebersihan lahir batin menjadi satu hal penting dalam agama Islam yang penting untuk diketahui secara detail oleh tiap pribadi muslim. Satu kekhasan ajaran Islam dibandingkan sekian ajaran lainnya, adalah keharusan mesucikan diri dari najis dan terbebas dari hadats ketika akan beribadah terutama ibadah Shalat. Hal itu merupakan kiat pembersihan yang menyeluruh dari sekian kategori kotoran yang bersifat kasat mata dan non-kasat mata atau dikenal pula dengan terma maknawi. Tata cara dan aturan mainnya diatur dalam satu tema khusus berupa Thaharah dalam disiplin ilmu Fiqhi Islam. Posisi pembahasan inipun kerapkali ditempatkan pada pembahasan awal buku Fiqhi karangan para Ulama, menunjukkan pentingnya pembahasan tersebut.
Satu bentuk rangkaian penyucian yang sangat akrab didapati dilakukan seorang muslim yang akan melakukan shalat adalah mensucikan diri dari hadats kecil dengan cara berwudhu’. Bila seorang anak diajarkan untuk shalat sejak kecil oleh orang tua ataupun keluarga terdekatnya, maka dapat dipastikan satu komponen yang dilatih adalah cara berwudhu’. Kurang lebih sama dengan rangkaian gerakan dalam shalat, gerakan dan tata cara wudhu’ juga memiliki lapisan-lapisan yang cukup bertingkat. Mulai dari ritual berupa pekerjaan fisik hingga bacaan-bacaan yang dibaca pada tiap gerakan hingga perenungan terhadap setiap bagian yang dibasuh dalam wudhu’.
Kemampuan penguasaan terhadap setiap tingkatan lapisan tersebut menjadi pembeda antara kualitas wudhu’ yang dilakukan masing-masing orang. Dampak spiritual yang didapatkan-pun akan berbeda antara setiap pribadi tergantung level yang mampu dicapai oleh yang bersangkutan. Bahkan pada level yang tergolong luar biasa, adalah diriwayatkan kualitas wudhu’ sahabat Nabi SAW yang bahkan melaksanakannya dalam keadaan gemetar dan takut salah agar dapat diterima oleh Allah SWT dengan baik. Namun seakan berbanding terbalik dengan praktik wudhu’ sebagian saudara semuslim kita saat ini, yang meskipun telah berada dalam pelaksanaan wudhu’ menjelang shalat. Masih tetap sibuk melakukannya dengan ngobrol bahkan terkesan melakukannya asal-asalan dan terburu-buru tanpa ada bentuk ketekunan dan perenungan apa-apa dalam pelaksanaannya.
Momentum ramadhan, selain menjadi ladang memperbanyak kebaikan dengan berbagai macam bentuknya. Pada waktu yang sama, sejatinya dapat menjadi ajang evaluasi dan introspeksi diri atas sekian kekurangan yang mungkin saja ada dalam pelaksanaan ibadah kita, terlebih pada hal-hal utama seperti wudhu’ sebagai penopang sah dan batalnya ibadah Shalat kita. Satu hal yang perlu dimiliki adalah kehausan untuk menuntut ilmu dan memperdalam ilmu agama kita harus tetap terpatrih dalam benak kita, sehingga akan membuka diri untuk melihat kekurangan masing-masing sebelum menilai orang lain.
Imam An-Nawawi (seorang Ulama kenamaan yang hidup sekitar abad ke-7 Hijriyah yang dikenal luas keillmuannya terutama dalam bidang Fiqhi dan Hadits) dalam satu karyanya yang cukup terkenal berjudul Al-Adzkâr mengurai sebuah paparan yang dapat kita petik menjadi kiat meningkatkan kualitas wudhu’. Sebuah tuntunan untuk membaca sekian rangkaian doa pada tiap tahapan gerakan wudhu’ yang mungkin saja sama sekali baru bagi kebanyakan orang, namun sesungguhnya nilai-nilai dan maksudnya telah diajarkan secara tersirat oleh para tokoh agama Islam. Hanya saja belum mampu untuk dimasukkan dalam rangkaian pelaksanaan wudhu’ yang setiap saat dilakukan. Doa yang memiliki kandungan makna yang mendalam, ketika dapat dihafalkan dan diamalkan sedikit banyak akan membawa kepada ketenangan hati ketika berwudhu’.
Adapun rincian tahapan dan bacaannya masing-masing berdasarkan informasi para ulama terdahulu yang dikumpulkan dan disatukan oleh Imam an-Nawawi sebagai berikut:
1) Permulaan wudhu’ setelah membaca basmalah, dianjurkan membaca:
الْحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ جَعَلَ الْمَاءَ طَهُورًا
Alhamdulillâhilladzî ja’ala al-mâ’a thahûran (segala puji bagi Allah yang telah menjadikan air ini suci);
2) Ketika madhmadhah (berkumur-kumur) membaca
اللّهُمَّ أَسْقِنِي مِنْ حَوْضِ نَبِيِّكَ كَأْساً لاَ أَظْمَأُ بَعْدَهُ أَبَدًا
Allâhumma asqinî min haudhi nabiyyika Muhammadin Saw. ka’san lâ adzhma’u abadan (Ya Allah beri minumlah kepadaku segelas air dari telaga Nabi-Mu Muhammad Saw. yang dengannya saya tidak akan pernah merasa dahaga lagi);
3) Ketika istinsyâq (membersihkan hidung) membaca
Allâhumma lâ tahrimnî râ’ihata na’îmika wa jannâtika (Ya Allah tolong perkenankanlah kami mencium bau harum sekian nikmat-Mu dan surga-Mu);
4) Ketika membasuh wajah setelah membaca niat wudhu’ sebagaimana yang lumrah diketahui, setidaknya pada basuhan kedua dan ketiga membaca
اللَّهُمَّ بَيِّضْ وَجْهِيْ يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوهٌ وَتَسْوَدُّ وُجُوهٌ
Allâhumma bayyidh wajhî yauma tabyadhdhu wujûhun wa taswaddu wujûhun (ya Allah putihkan dan terangkanlah wajah kami pada hari sebagian wajah ada yang memutih terang dan sebagian lain menghitam kelam);
5) Ketika mencuci tangan kanan sampai siku membaca
اَللّٰهُمَّ أَعْطِنِيْ كِتَابِيْ بِيَمِينِيْ
Allâhumma a’thinî kitâbî biyamînî (Ya Allah perkenankanlah kami menerima kitab catatan amal kami dengan tangan kanan kami);
6) Sebaliknya ketika mencuci tangan kiri sampai siku membaca
للّٰهُمَّ لَا تُعْطِنِيْ كِتَابِيْ بِشِمَالِيْ
Allâhumma lâ tu’thinî kitâbî bisyimâlî (Ya Allah tolong janganlah biarkan kami menerima kitab catatan amal kami dengan tangan kiri);
7) Ketika membasuh kepala membaca
اَللّٰهُمَّ حَرِّمْ شَعْرِيْ وَبَشَرِيْ عَلَى النَّارِ وَأَظِلَّنِيْ تَحْتَ عَرْشِكَ يَوْمَ لَا ظِلَّ إلَّا ظِلُّكَ
Allâhumma harrim sya’rî wa basyarî min an-nâr, wa adzhillanî tahta dzhilli ‘arsyika yauma lâ dzhilla illâ dzhilluka (Ya Allah tolong haramkan/hindarkan seluruh rambut dan sekujur tubuh kami dari sentuhan api neraka dan naungkanlah kami di bawah naungan arasy-Mu pada hari tidak ada tempat bernaung kecuali hanya naungan-Mu);
8) Ketika membasuh kedua telinga membaca
اَللّٰهُمَّ اجْعَلْنِيْ مِنْ الَّذِيْنَ يَسْتَمِعُوْنَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُوْنَ أَحْسَنَهُ
Allâhumma ij’alnî min al-ladzîna yastami’ûna al-qaula fa yattabi’ûna ahsanahû (Ya Allah jadikanlah aku termasuk orang yang gemar mendengarkan ajakan kebaikan dan ikut melaksanakan yang terbaik darinya); dan
9) Ketika membasuh kedua kaki membaca
اللَّهُمَّ ثَبِّتْ قَدَمِيْ عَلَى الصِّرَاطِ يَوْمَ تَزِلُّ فِيْهِ الْأَقْدَامُ
Allâhumma tsabbit qadamayya ‘alâ ash-shirâth (Ya Allah mantapkanlah kedua kaki kami ketika menyeberangi titian Shirath).
Baca Juga: Shalat adalah Mikraj Orang Mukmin!
Kiat untuk mendapatkan thuma’nînah (ketenangan hati) dalam shalat oleh para Ulama dicapai dengan membaca serangkaian doa yang memang tepat dan diajarkan oleh Nabi beserta sahabatnya. Dapat pula berdasarkan ijtihad dan kreatifitas sekian ulama terdahulu yang mumpuni keilmuannya dalam hal tersebut. Serupa dengan gerakan shalat, setiap tahapan wudhu’ seringkali kosong dari ketenangan hati ketika pelaksanaannya lantaran dilakukan tanpa ada isian bacaan yang diketahui oleh yang bersangkutan.
Bila teks arabnya terasa sulit untuk disebutkan bagi sebagian orang, maka sangat memungkinkan memahami terjemahannya dan mengungkapkannya dengan bahasa masing-masing sehingga dapat lebih mudah untuk diingat dan direnungi tahap demi tahap. Sebuah kaidah fiqhi yang banyak digunakan oleh Ulama meneguhkan peran wudhu’ terhadap shalat yaitu mâ lâ yatimmu al-wâjibu illâ bihî fahuwa wâjibun (sesuatu yang menjadi penentu kesempurnaan sesuatu yang berhukum wajib ikut menjadi wajib hukumnya) maka seperti itu pulalah wudhu’ yang dilaksanakan dengan baik dapat menjadi jembatan terbaik untuk menggapai shalat yang khusyuk. Wallahu A’lam, semoga beroleh pahala dan berkah dari Allah SWT buat kita semua dan rangkaian ibadah setiap orang dari kita menjadi semakin meningkat kualitas dan kuantitasnya. Aamiin